Selasa, 22 November 2011

"BUMIKU DIAMBANG KEHANCURAN"

Oleh: Harry Kusuma

          Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia setelah Barzil. Hutan Tropis di Indonesia menyebar di beberapa pulau di Indonesia yakni Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Hutan tropis di Indonesia juga dinobatkan dunia sebagai salah satu paru-paru dunia yang berguna sebagai penyeimbang jumlah gas karbon di atmosfer. Pada tahun 1970an Indonesia memiliki luas hutan tropis sebesar kurang lebih 120 juta Ha. Namun sejak hingga tahun 2010 hutan tropis di Indonesia telah mengalami degradasi yang cukup besar dalam empat dasawarsa terakhir yang hingga saat ini luas hutan tropis di Indonesia kurang lebih seluas 60-70 juta ha. Adapun penyebab terjadinya penurunan jumlah luas hutan tropis di Indonesia dikarenakan maraknya konversi hutan lindung menjadi hutan produksi, kebakaran hutan, penebangan liar dan pembukaan areal pertambangan. Akan tetapi, penyebab utama dari degradasi hutan tropis di Indonesia disebabkan karena konversi hutan lindung atau alami menjadi hutan produksi dan penebangan liar.

        Latar belakang utama adanya konversi hutan lindung menjadi hutan produksi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh permintaan kayu dari perusahaan-perusahaan di eropa dan AS untuk memenuhi permintaan pasar dunia. Penebangan kayu yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki HPH izin untuk memanfaatkan hasil hutan. Namun, banyak pula para pemegang lisensi yang melakukan penebangan kayu secara illegal, adapun modus yang sering terjadi pada praktek penebangan liar yakni, memperluas areal penebangan tanpa adanya aturan yang melegitimasi praktek tersebut. Modus lainnya menyewa atau membayar masyarakat sekitar untuk menebang hutan lalu disetor ke penadah atau lebih familiar disebut dengan cukong
        Dalam tiga dasarwasa terakhir terjadi peningkatan atas permintaan terhadap stok CPO atau minyak kepala sawit mentah. Hal inilah yang mendorong terjadinya pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran di beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Papua. Tingginya pembukaan perkebunan secara besar-besaran disebabkan atas besar CPO untuk dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar fosil. Memang benar, bahan bakar nabati lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar fosil. Namun praktek penyediaan bahan bakar nabati berupa dengan membuka areal perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran, secara langsung menghasilkan efek negatif terhadap besarnya kerusakan lingkungan. Hal ini ditandai dengan adanya semakin terpinggirkannya bahkan hingga hilangnya sistem ekologis, ekosistem, terganggu sistem daur ulang air di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan secara morfologi dan fisiologi tumbuhan atau pohon kelapa sawit sangat membutuhkan air yang sangat besar pada masa pertumbuhannya daripada pohon-pohon lainnya serta jenis akar pohon kelapa sawit pun bukan jenis akar yang menahan air hujan tapi jenis akar yang membantu penyerapan air secara maksimal. Tentunya hal tersebut akan mengganggu ketersediaan air bahkan berujung pada kekeringan yang secara logis akan mempengaruhi rantai makanan dan kehidupan manusia.

          Memang hal yang logis dengan memulai upaya untuk menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati. Namun ketika upaya tersebut hanya berorientasikan meraih profit sebesar-besarnya bagi suatu pihak.  Maka akan menjadi hal yang percuma atau mubazir upaya pembukaan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan bahan bakar nabati. Saat ini, di Indonesia hampir 6-7 juta ha yang sudah ditanami tumbuhan kepala sawit dan rencana Indonesia akan menambah luas areal tanam untuk perkebunan kelapa sawit hingga 20 juta ha yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yakni Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia dengan mengalahkan Indonesia.
Bentuk upaya dari kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia juga menarik dan mengajak para investor dalam negeri maupun luar negeri untuk membantu program pemerintah tersebut. Menanggapi program pemerintah tersebut, Program penyediaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang luasnya hingga 20 juta ha hanya akan menimbulkan masalah baru. Efek negatif yang ditimbulkan dari pembukaan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran akan mempengaruhi perubahan iklim secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Tentunya hal tersebut sudah mulai kita rasakan sekarang seperti tidak menentunya cuaca di berbagai belahan dunia juga termasuk di Indonesia, lalu diikuti dengan semakin tinggi suhu bumi atau lebih dikenal dengan pemanasan global (global warming) dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini dikarenakan hutan tropis di Indonesia selain menjaga ekologis dan ekosistem di suatu wilayah juga mampu menekan jumlah polusi dalam bentuk gas karbon yang dihasilkan oleh industri dan asap kendaraan bermotor.
Sesungguhnya jika kita melihat hal ini lebih jernih dan terang, proyek pembukaan perkebunan skala besar, penebangan hutan merupakan kebutuhan dari perusahaan-perusahaan besar dari negara dunia pertama yang menyediakan barang hasil olahan hutan di Indonesia. Tercatat beberapa perusahaan di Indonesia seperti bakrie group, rajawali group, sinarmas group, wilmar group dibantu secara finansial dari lembaga sekuritas atau investasi negara-negara dunia pertama. Harapannya dengan adanya bantuan finansial tersebut mampu mendorong beberapa perusahaan di Indonesia dapat memaksimalkan pembukaan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Selain itu, banyak pula perusahaan asing yang sudah mampan ikut serta dalam bisnis menghasilkan minyak kelapa sawit mentah.

          Dengan semangat cinta terhadap lingkungan dan bumi, mari dengan momentum Hari Bumi kita jadikan bumi sebagai tempat semua makhluk hidup bergantung pada alam. Kita sebagai manusia seharusnya menyadari bahwa pentingnya kita untuk memelihara lingkungan.kita pun sebagai manusia juga berperan aktif dalam kampanye pembangunan industri ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendesak pihak yang memiliki wewenang seperti pemerintah agar dapat memaksa perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan hutan Indonesia lebih bijak dalam menghormati hutan di Indonesia. Hal ini dapat dimulai dengan membatasi luas hutan yang akan dijadikan perkebunan skala besar, penebangan liar, membatasi jumlah produksi dengan disesuaikan kebutuhan konsumsi masyarakat bukan mengutamakan keuntungan dari hasil penjualan hasil produksi. Selain itu, pemerintah juga harus mencegah adanya monopoli lahan dan konversi lahan menjadi perkebunan skala besar karena merugikan masyarakat yang telah bertahan dengan cara mereka yang telah dilakukan dari generasi ke generasi. Serta pemerintah mengedepankan aspek kesinambungan dalam pemanfaatan lahan dengan bersandarkan pada kemampuan msyarakat bukan pada perusahaan swasta ataupun milik negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar