“Tak mampu Menjamin
Kesejahteraan, SBY-Boediono Kembali Menghantam Rakyat dengan Ancaman Kenaikan
BBM dan Tarif dasar Listrik”
Ditengah
kemiskinan dan penderitaan Rakyat yang semakin hebat dan bangkitnya gerakan
rakyat yang kian meluas, Pemerintah terus menunjukkan Watak anti Rakyatnya.
Dibawah kuasa SBY-Boediono, Pemerintah kembali
mengeluarkan kebijakan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
dan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang sudah pasti akan semakin menyengsarakan
rakyat.
Salam
Demokrasi!
Situasi
politik dunia sekarang ini semakin memanas seiring badai krisis ekonomi dunia
yang akan berlangsung lama karena bangkrutnya sistem kapitalisme dalam skala
global. Dibawah kepemimpinan Amerika Serikat (AS),
krisis global didalam tubuh Imperialisme tersebut secara bertahap, bahkan
dengan begitu cepat terus merosot dan semakin memburuk. Faktanya
bahwa krisis tersebut, kini semakin hebat, kronis dan terus meluas diberbagai
belahan dunia. Krisis ekonomi dan keuangan global yang terjadi tahun 2008
akibat over-produksi atas barang-barang berteknologi tinggi, elektronik dan
senjata telah menyebabkan depresi
ekonomi dunia yang berat hingga sekarang, kemudian telah diperparah dengan krisis keuangan. Barang-barang komoditas produksi
massal yang dihasilkan semakin menumpuk di tengah perkembangan pasar yang
semakin menyempit dan merosotnya daya beli rakyat.
Krisis susulan pasca krisis keuangan 2008-2009 yang
menimpa perusahaan-perushaan besar dunia, kini menjelma krisis utang yang
menimpa negeri-negeri besar seperti AS dan Uni Eropa seperti Yunani, Portugal,
Spanyol, Italia, Irlandia, dan Hongaria. Krisis utang publik tersebut, kini telah
membawa dampak serius terhadap sektor moneter, perbankkan, kemerosotan ekonomi,
naiknya jumlah pengangguran dan kemiskinan. Ditengah
memburuknya situasi krisis tersebut, dengan pasokan bahan mentah hasil
penghisapannya diberbagai negeri yang berada didibawah dominasinya, Imperialism
juga terus melakukan upaya efisiensi dan meningkatkan produktifitas
industrinya. Dalam hal tersebut, Imperialisme membutuhkan cadangan Energi yang
besar untuk memenuhi kebutuhan operasional Industri dan produksi lainnya sebagai
upaya stabilisasi dan terus meningkatkan produksinya.
Dengan Watak
Eksploitataif, Akumulatif dan Ekspansif, sebagai
watak dasar dari Imperialisme, sehingga terdapat pertentangan yang tidak dapat
terdamaikan didalam tubuh Imperialisme itu sendiri (Kontradiksi sesama Imperialis) dalam memperebutkan sumber bahan
mentah, tenaga kerja murah dan pasar yang luas. Demikian pula halnya Energi
yang merupakan kebutuhan dasar yang sangat krusial bagi Imperialisme saat ini,
terutama dalam memenuhi kebutuhan operasional Industrinya, sehingga perebutan
atas sumber energy diberbagai negeripun tidak dapat dihindarkan.
Sebagai wujud dari pertentangan yang semakin tajam
di antara kekuatan-kekuatan imperialism itu sendiri, misalnya dalam persaingan
memperebutkan sumber bahan bakar minyak mentah dunia. Industry milik
imperialisme demikan rakus dan kasar dalam memperebutkan sumber-sumber minyak
mentah dunia. Kenaikan harga minyak mentah pada tahun 2008 misalnya, telah
memicu kenaikan harga BBM diberbagai Negeri, termasuk Indonesia. AS merupakan
negeri yang menyerap 20% dari total minyak mentah dunia bagi Industrinya,
sementara China sekitar 16%. Persaingan dalam memperebutkan minyak mentah dunia
tersebut juga semakin hebat ketika negeri-negeri seperti India juga mengalami
pertumbuhan ekonomi, sehingga meningkatkan kebutuhan minyak mentah bagi
industrinya. Akibat persaingan dalam pemenuhan minyak mentah bagi industry
mereka tersebutlah kemudian menyebabkan harga minyak mentah dunia mengalami
fluktuasi harga yang tajam.
Dalam perkembangan situasi saat ini, ketegangan
antara AS dan Iran atas pasokan dan target penjualan minyak mentah dan dengan
faktor dan syarat-syarat tertentu lainnya, seperti penimbunan cadangan minyak
mentah di AS yang tinggi (Mencapai
sekitar , serta peranan
yang rakus akan keuntungan dari para spekulan monopoli perdagangan minyak
mentah dunia, harga minyak mentah mengalami peningkatan yang tajam. Pada tahun
2012 ini, minyak mentah jenis brent akan naik berkisar antara US$
100-130 per barel (Naik diatas USD125/Barel, mendekati level tertinggi dalam
10 bulan terakhir).
Bahkan dengan dipengaruhi faktor geopolitik Iran dan negara Barat, khususnya
Amerika Serikat, jika Iran memblok Selat Hormutz (Jalur Perdagangan Minyak dunia), harga minyak akan naik dalam
hitungan jam., dengan kisaran US$ 20-40 per barel per jamnya. Artinya, dapat
dikalkulasikan bahwa jika penutupan selat Hormutz melewati 72 jam (Tiga hari)
saja, harga minyak akan melambung ke kisaran US$ 150-200 per barel.
Adapun beberapa faktor utama penyebab kenaikan
harga minyak mentah dunia saat ini, yaitu Pertama, Karena meningkatnya ketegangan antara Iran
dengan negara-negara Barat terkait masalah nuklir Iran. Iran telah menghentikan
ekspor minyak mentah ke negara-negara Eropa sebagai bentuk perlawanan atas
embargo impor minyak mentah Iran. Kedua, meningkatnya permintaan
produk minyak, khususnya jenis heating oil di kawasan Eropa akibat musim
dingin yang ekstrem serta gangguan pasokan gas dari Rusia. Ketiga, turunnya pasokan
minyak mentah dari negara-negara non OPEC lebih rendah dari yang diperkirakan
sebelumnya serta adanya gangguan pasokan minyak mentah dari Sudan, Suriah dan
Yaman akibat adanya konflik politik. Keempat, meningkatnya ekspektasi
pasar atas pertumbuhan ekonomi dunia.
Untuk kawasan Asia Pasifik
sendiri, peningkatan harga minyak mentah disebabkan terutama oleh faktor
tingginya permintaan minyak mentah jenis direct burning untuk pembangkit
listrik di Jepang dan membaiknya perekonomian China dengan adanya kebijakan
moneter Bank Sentral China. Sementara itu, perkembangan rata-rata minyak mentah
di pasar internasional pada bulan Februari dibandingkan bulan Januari 2012,
yaitu: 1). WTI (Nymex) naik sebesar US$
1,94 per barel dari US$ 100,32 per barel menjadi US$ 102,26 per barel. 2).
Brent (ICE) naik US$ 7,61 per barel dari US$ 111,45 per barel menjadi US$ 119,06
per barel. 3). Tapis (Platts) naik sebesar US$ 7,42 per barel dari US$ 118,63
per barel menjadi US$ 126,05 per barel. 4). Basket OPEC naik sebesar US$ 5,56
per barel dari US$ 111,76 per barel menjadi US$ 117,32 per barel. Dengan
kenyataan tersebut, sehingga memaksa banyak negeri jajahan,
setengah jajahan, maupun negeri bergantung lainnya melakukan
penyesuaian-penyesuaian di dalam negerinya terhadap harga minyak mentah dunia
saat ini dengan cara menaikkan harga BBM dan mencabut subsidi BBM bagi rakyat.
Merosotnya Taraf hidup Rakyat, Ancaman nyata akan kenaikan Harga BBM dan
TDL
Pada prinsip dasarnya bahwa, perkembangan situasi
dalam suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan situasi dunia,
demikian pula halnya dengan Indonesia. Secara khusus dalam perkembangan harga
minyak mentah dunia yang melonjak saat ini, sebagai negara pengeksport (Selain
sebagai Importir) minyak, maka harga jual minyak mentah Indonesia-pun
menunjukkan kenaikan. Berdasarkan
perhitungan formula Indonesia Crude Price (ICP) bulan Februari 2012, harga
minyak mentah Indonesia mencapai US$
122,17 per barel, naik US$ 6,26 per barel dari US$ 115,91 per barel pada bulan
Januari 2012, dengan asumsi dalam APBN 2012 yang hanya US$ 90 per barel.
Sedangkan harga Minas/SLC mencapai US$ 124,63 per barel, naik US$ 6,25 per
barel dari Januari 2012 yang mencapai US$ 118,38 per barel.
Dengan perhitungan dan
kenyataan tersebut diatas, sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia tentunya
mendapatkan keuntungan yang relative cukup besar dalam aspek Finance dari hasil
penjualan minyak mentah tersebut. Akan tetapi, dalam menyikapi kenaikan harga
minyak mentah dunia saat ini, tentu tidak cukup hanya dengan melihat
perhitungan laba (keuntungan jual) minyak mentah saja atas total nilai eksport
minyak Indonesia. Yang penting menjadi sorotan adalah “Apakah kebijakan Eksport
minyak mentah Indonesia didasarkan atas kelebihan jumlah produksi atau
terpenuhinya kebutuhan domestic (Konsumsi minyak dalam negeri) atau hanya
semata-mata mengejar keuntungan dari nilai jual (Eksport) atau bahkan
semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan sang tuan (Imperialisme) sebagai
salah satu bentuk keikutsertaannya dalam menjawab kebuntuan Imperialisme itu
sendiri dalam menyelesaikan krisis yang semakin kronis saat ini?”.
Pada akhir bulan Februari
hingga awal Maret lalu, pemerintah sudah mengumumkan kebijakannya akan rencana
menaikkan harga BBM yang akan diikuti dengan kenaikan harga Tarif Dasar Listrik
(TDL) pada awal bulan April mendatang. Artinya bahwa, untuk kebutuhan konsumsi
dalam negeri sesungguhnya belumlah tercukupi. Kita masih harus melakukan Import
minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam Negeri, sehingga rencana kenaikan BBM dan
penghapusan subsidi BBM adalah alternative yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk menghindari pembengkakan anggaran (APBN) tahun 2012. Bahkan, pemerintah
juga menegaskan bahwa, tidak ada jalan lain dalam menghadapi kenaikan harga
minyak mentah dunia saat ini selain dengan menaikkan harga BBM dan penghapusan
subsidi serta efisiensi penggunaan anggaran belanja negara dibeberapa sektor
lainnya. Penghapusan subsidi juga termasuk untuk subsidi listrik yang oleh
Pemerintah (Kementrian ESDM)
ditargetkan turun dari Rp. 90 Trilliun (Saat ini) hingga dibawah Rp. 70
Trilliun hingga tahun 2014.
Dilema akan kenaikan harga
minyak mentah (yang terjadi sudah
berkali-kali dan tidak pernah mengalami penurunan) tersebut, seharusnya
dapat dijadikan pelajaran penting bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan
Eksport minyak mentah. Terlebih dengan kenyataan akan perbandingan jumlah
kebutuhan konsumsi minyak dalam negeri dengan Jumlah Eksport yang tinggi. Saat
ini, perkiraan total cadangan minyak dalam Negeri sebesar 4,6 Milliar Barrel (urutan ke 23 di dunia) dengan
perhitungan kemampuan produksi tahun sebelumnya hanya 905 ribu barel per hari, maka pemenuhan akan kebutuhan dalam negeri
harus menjadi prioritas utama pemerintah, walaupun belum tentu tercukupi,
setidaknya dapat mengurangi kebutuhan Import yang terlalu tinggi sehingga tidak
menyebabkan pembengkakan anggaran yang tinggi pula.
Problemnya adalah,
Pemerintah terus memaksakan diri untuk melakukan Eksport ditengah kenyataan
tingginya kebutuhan konsumsi dalam Negeri. Belum lagi, ketika dibenturkan
dengan kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan tambang Minyak dari berbagai
Negeri ikut berbondong-bondong melakukan Eksplorasi dan eksploitasi minyak di
Indonesia. Sampai saat ini, setidaknya terdapat 123 Perusahaan yang telah
beropareasi di Indonesia. 13 diantaranya adalah Perusahaan minyak terbesar
dengan jumlah produksi hingga jutaan barrel. Setiap perusahaan minyak terbesar
tersebut diasosiakan dengan perusahaan milik negara (BUMN) dengan sistem
operasi yang berbeda dengan perusahaan swasta, sehingga dapat memberikan
jaminan efektifitas produksi melalui pengurangan biaya produksi melalui
pemotongan pajak, dll.
Bahan bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu
kebutuhan krusial dalam upaya meningkatkan ekonomi dan aspek kehidupan rakyat
lainnya disetiap Negara. Di Indonesia sendiri selain untuk kebutuhan
operasional Industri milik Imperialisme yang bercokol didalam Negeri maupun
Industri menengah dan kecil yang ada di Indonesia, serta untuk kebutuhan
lainnya seperti Transportasi, kebutuhan Rumah tangga, dll. Artinya bahwa, hampir
seluruh sektor dan aspek kehidupan rakyat memiliki kaitan erat dengan bahan
bakar minyak maupun energy lainnya. Sehingga, dengan naiknya harga BBM dapat
dipastikan akan menyebabkan naiknya biaya produksi diberbagai sektor yang juga
menjadi penyebab utama naiknya harga kebutuhan pokok rakyat. Dengan kenyataan
demikian, maka sudah pasti bahwa klas buruh, Kaum tani dan seluruh rakyat
miskin di negeri inilah yang harus menanggung beban atas kenaikan harga BBM
tersebut.
Perjuangan buruh menuntut kenaikan upah dalam
berbagai bentuk selama ini, bahkan tanpa rasa takut dan gentar dengan berbagai
ancaman dan tindakan represif ketika melakukan aksi protes hingga pemogokan
dalam menuntut upah kemudian menjadi sia-sia, meskipun telah ada kenaikan upah
sebagai hasil perjuangannya. Demikian pula bagi kaum tani dengan upah atau
penghasilan yang tidak menentu, karena selain dihadapkan dengan semakin
gencarnya perampasan tanah, mahalnya harga sarana produksi pertanian (SAPROTAN)
serta bentuk-bentuk penghisapan lainnya yang dilakukan tuan tanah local dan
lintah darat yang berkeliaran di pedesaan sebagai wujud nyata eksisnya
feodalisme didalam negeri, tentu berdampak pada semakin jauhnya kesempatan
rakyat untuk merasakan hidup yang lebih layak, terlebih oleh pemerintah sendiri
dalam ketetapannya atas kategori miskin di Indonesia telah diturunkan dengan
jumlah penghasilan dibawah 2-1 Dollar perhari. Hal yang serupa juga akan
dialami oleh Rakyat disektor lainnya, termasuk bagi pemuda dan mahasiswa dan
sektor Pendidikan secara umum, pastilah akan mengalami kenaikan biaya
pendidikan akibat naiknya harga kebutuhan belajar mengajar dan sarana lainnya.
Dengan kenyataan demikian, maka tidak ada alasan
ilmiah atau objektif bagi Pemerintah untuk menaikkan harga BBM, apalagi harus
disusul dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Alternatif yang diambil
pemerintah sebagai solusi adalah jawaban yang justeru semakin menunjukkan
betapa Pemerintah saat ini sama sekali tidak memilki kehendak untuk memperbaiki
apalagi menjamin kesejahteraan Rakyatnya. Dilain sisi juga, dengan kebijakan
akan kenaikan BBM tersebut, juga semakin menunjukkan betapa tidak konsistennya
Pemerintah, bahkan atas Undang-undang dan peraturan yang dibentuknya sendiri,
Pemerintah justeru akan melanggar Undang-undang yang telah dibentuknya,
khususnya UU APBN 2011 untuk APBN 2012 yang diperkuat juga dengan pernyataan
pemerintah sendiri untuk tidak menaikkan harga BBM pada tahun 2012.
Hidup Rakyat Indonesia!
Jayalah Perjuangan Massa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar